PENGARUH
ANGGARAN KESEHATAN TERHADAP ANGKA KEMATIAN BAYI : Studi Kasus Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI)
Irman
Ramdani1
Robby Indra Wijaya2 Fathya
Nirmala Hanoum3 Dewi
Solikhah Noviyani4 Wita
Novitasari5
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kesehatan merupakan salah satu jenis
dari barang publik dan salah satu basic
needs yang harus dipenuhi oleh masyarakat. Juanda et al. dalam Sari (2015) merekomendasikan penggunaan indikator
standar pelayanan nasional (ISPN) dalam rangka pencapaian standar pelayanan
minimal (SPM), yang meliputi kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan umum. Berdasarkan
Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2005, SPM ditujukan dalam rangka menjamin
akses dan mutu pelayanan dasar kepada masyarakat secara merata. Dengan
tercapainya SPM ini, akan terjadi pemerataan daerah, antara daerah maju dan
pelosok, dimana keduanya mendapatkan pelayanan dengan standar yang sama.
Kesehatan sangat berpengaruh
terhadap produkstivitas. Ketika produktivitasnya meningkat, maka akan terjadi
peningkatan pendapatan dan kesejahteraan, sehingga dapat memengaruhi
perekonomian serta terciptanya pembangunan. Hal ini diperkuat oleh Seldadyo
(2009) yang menyatakan bahwa kesehatan menopang produktivitas, lalu meningkatkan
kesejahteraan ke titik yang lebih tinggi, hingga akhirnya memperbaiki mutu
kehidupan. Dari paparan di atas terlihat bahwa tingkat kesehatan sangat penting
bagi keberlangsungan perekonomian negara.
Salah
satu indikator utama dari derajat kesehatan suatu negara adalah angka kematian
bayi (AKB). Pada dasarnya, bayi yang baru lahir sangat sensitif terhadap
keadaan lingkungan tempat tinggal orang tua dan juga dengan status sosial orang
tua. Sehingga AKB dianggap sebagai tolak ukur yang sensitif dari semua upaya
intervensi yang dilakukan oleh pemerintah di bidang kesehatan. Oleh karena itu,
banyak sekali program-program kesehatan dilakukan untuk menurunkan AKB yang
berujung pada peningkatan derajat kesehatan negara.
Saat
ini, dua pertiga kematian terjadi pada masa
neonatal (28 hari pertama kehidupan). Penyebabnya adalah karena berat bayi lahir
rendah, prematuritas, asfiksia (kegagalan bernapas spontan), dan infeksi. Survei
Demografi dan Kesehatan 2007 (SDKI 2007) menunjukkan bahwa baik angka kematian
balita maupun angka kematian bayi baru lahir telah meningkat pada kuintil
kekayaan tertinggi, tetapi alasannya tidak jelas. Tabel 1 menunjukan bahwa
sejak tahun 1971, angka kematian bayi menunjukan tren yang semakin menurun.
Namun pada tahun 2012, angka tersebut meningkat kembali. Sehingga upaya
penurunan AKB perlu lebiih digalakkan lebih lanjut.
Tabel 1 Angka Kematian Bayi (AKB) Indonesia Tahun 1971-2012
Sumber : BPS 2015
Upaya penurunan AKB juga sejalan
dengan target millennium development
goals (MDGs), yang menetapkan target angka kematian bayi sebesar 19 per
1000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Untuk mencapai target tersebut,
pemerintah pusat dan khususnya pemerintah daerah didorong untuk meningkatkan
pelayanan publiknya khususnya dalam bidang pelayanan kesehatan. Implikasi dari
kewajiban ini adalah begitu pentingnya peranan besaran, realisasi, dan
efektifitas pengeluaran publik di bidang kesehatan. Pengeluaran publik memegang
peran penting dalam peningkatan darajat kesehatan masyarakat dan kualitas hidup
masyarakat.
Undang-Undang No. 32 Tahun 2014 pasal
167 ayat 2 menyebutkan bahwa kewajiban pemerintah yaitu memenuhi pelayanan
dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial, fasilitas umum, serta jaminan
sosial. Hal tersebut diperkuat oleh Pembukaan UUD 1945 dimana negara wajib
mewujudkan kesejahteraan umum yang mengindikasikan negara wajib meningkatkan
derajat kesehatan negara. Oleh karena itu, peran pengeluaran publik bidang
kesehatan menjadi penting dalam mewujudkan kewajiban negara. Argumentasi di
atas diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Mohanoe (2004). Dengan
menggunakan tiga indikator status kesehatan, yaitu angka kematian bayi, angka
kematian dibawah 5 tahun, dan angka harapan hidup. Penelitian tersebut
menunjukkan bahwa pengeluaran publik kesehatan memiliki hubungan negatif
terhadap angka kematian bayi.
Menurut Bank Dunia dalam kajian
pengeluaran publik Indonesia tahun 2007, terjadi peningkatan penerimaan pemerintah
daerah yang bersumber dari transfer perimbangan sehingga akan mendorong pula peningkatan
pengeluaran sektoral baik untuk sektor infrastruktur, pendidikan, kesehatan,
maupun sektor lainnya. Hal ini terjadi karena beberapa tahun terakhir telah
terjadi perubahan sistem kekuasaan dimana dengan adanya sistem otonomi daerah,
pemerintah daerah dapat bebas mengelola dan mengatur daerahnya sendiri yang
dilegalisasi dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang No. 33
Tahun 2004 .
Dari paparan di atas disebutkan
bahwa anggaran kesehatan memiliki peranan penting. Tapi nyatanya, di Indonesia
telah terjadi ketimpangan alokasi dana antara kawasan barat Indonesia (KBI)
dengan kawasan timur Indonesia (KTI) yang berpengaruh terhadap AKB di kedua
kawasan tersebut.
Tabel 2 Anggaran Kesehatan Terendah dan Tertinggi Provinsi di Indonesia Tahun 2012
Sumber: Kemenkeu 2012
Tabel 2 menunjukan bahwa telah terjadi ketimpangan anggaran
kesehatan yang sangat besar antara KBI yang diwakili Provinsi DKI. Jakarta dan
KTI yang diwakili oleh Provinsi Gorontalo. Hal
tersebut sejalan dengan AKB di kedua provinsi tersebut dimana anggaran
kesehatan yang rendah berhubungan negative dengan AKB. Bahkan AKB Provinsi
Gorontalo jauh lebih tinggi daripada rata-rata AKB di Indonesia. Oleh karena itu
peneliti menganggap masalah ini perlu diteliti lebih lanjut.
Tabel 3 AKB Terendah dan Tertinggi Provinsi di Indonesia Tahun 2012
Sumber : BPS 2015
Rumusan
Masalah
Dari paparan latar
belakang di atas dapat dirumuskan masalah dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Apakah
ada perbedaan anggaran kesehatan di KBI dan KTI?
2. Bagaimana
hasil estimasi angka kematian bayi di KBI?
3. Bagaimana
hasil estimasi angka kematian bayi di KTI?
Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian
mengenai anggaran kesehatan yang memengaruhi AKB adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis
adanya perbedaan anggaran kesehatan di KBI dan KTI
2. Memahami
dan menganalisis hasil estimasi angka kematian bayi di KBI
3. Memahami
dan menganalisis hasil estimasi angka kematian bayi di KTI
TINJAUAN PUSTAKA
Desentralisasi dan
Pelayanan Publik
Desentralisasi
Fiskal merupakan pendelegasian tanggung jawab, otoritas dan sumber-sumber yang
berkaitan seperti : (keuangan, pegawai, dan lain lain) dari pemerintah pusat
kepada tingkatan yang lebih rendah. Alasan suatu negara menerapkan prinsip
desentralisasi fiskal adalah karena pengambilan keputusan terkait pelayanan
publik akan diserahkan kepada tingkat pemerintah yang lebih rendah (pemerintah
lokal), sehingga masyarakat secara langsung dapat merasakan dampak dari program
dan pelayanan yang direncanakan oleh pemerintah.
Dalam
konteks penerapan desentralisasi di Indonesia, program dan pelayanan yang
menjadi urusan pemerintah lokal telah diatur dalam undang-undang No. 32 tahun
2004 tentang pemerintahan daerah dan peraturan pemerintah No. 37 tahun 2007
tentang pembagian urusan pemerintah antara pemerintah, pemerintah daerah
provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota. Dalam undang-undang dan
peraturan pemerintah tersebut, selain urusan politik luar negeri,pertahanan,
keamanan, yustisi, moneter dan fiskal serta agama menjadi urusan pemerintahan
yang dibagi antar tingkatan atau susunan pemerintahan. Desentralisasi telah
menjadi isu yang semakin hangat dan berkembang. Di Indonesia sendiri telah
menerapkan desentralisasi meskipun lambat perkembangannya namun pada penerapan
desentralisasi semakin baik. Sistem pemerintahan yang terdesentralisasi menjadi
sebuah pilihan yang lebih baik baik dibandingkan pemerintahan sentralisasi
karena dalam sistem pemerintahan yang tersentralisasi seluruh keputusan dan
kebijakan dibuat oleh pemerintah pusat. Pemerintah yang tersentralisasi akan
berakibat pada timbulnya situasi dimana pemerintah pusat tidak dapat
menyediakan pelayanan publik yang benar-benar sesuai dengan preferensi dan
kebutuhan masyarakat secara keseluruhan. Sumber sumber keuangan daerah itu
diperoleh dari :
1. PAD
(penerimaan anggaran daerah)
Sumber
penerimaan dari PAD antara lain : pajak daerah, retribusi, keuntungan dari
barang publik, dan sumber penerimaan lainnya.
2. Dana
perimbangan
Sumber
penerimaan dari dana perimbangan antara lain : PBB (pajak bumi bangunan), DAU
(dana alokasi umum), DAK (dana alokasi khusus).
3. Dana
pinjaman
Pengeluaran
Publik dan Angka Kematian Bayi
Penyediaan pelayanan publik yang lebih baik, penngkatan pelayanan
kesehatan dan peningkatan outcome kesehatan merupakan salah satu faktor
motivasi pelaksanaan desentralisasi baik di Indonesia maupun di beberapa negara
lainnya. Penerapan desentralisasi di Indonesia yang sudah berlangsung satu
dekade terakhir telah mendorong peningkatan pengeluaran sektor publik dalam
rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik baik di sektor kesehatan, sektor
pariwisata, dan sektor lainnya. Dari tahun 2001 hingga 2007 terjadi peningkatan
penerimaan pemerintah lokal yang bersumber daritransfer perimbangan serta
peningkatan pengeluaran sektoral baik untuk sektor infrastruktur, sektor
pendidikan, sektor kesehatan, maupun pada sektor lainnya.
Pengeluaran publik sektor kesehatan memeliki tujuan yakni meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat, yang dapat diukur dengan mengukur penurunan angka
kematian kematian bayi, penurunan angka kematian dibawah 5 tahun dan
peningkatan angka harapan hidup. Begitu juga dengan peningkatan pengeluaran
sektor kesehatan (pelayanan kesehatan) di Indonesia pada era desentralisasi
saat ini memiliki tujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat Indonesia.
Tujuan untuk meningkatkan derajat masyarakat ini juga sejalan dengan target
MDGs (Millennium Development Goals) yang menetapkan target angka kematian bayi
sebesar 19 per 1000 kelahiran hidup dan angka kematian dibawah 5 tahun sebesar
32 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Untuk mencpai target tersebut,
pemerintah pusat dan khususnya pemerintah kabupaten/kota didorong untuk
meningkatkan pelayanan publiknya khususnya pelayanan kesehatan.
Faktor
Faktor Yang Mempengaruhi Kematian Bayi
Faktor tempat tinggal
Resiko kematian anak dan bayi yang
tinggal di daerah pedesaan lebih tinggi dibandingkan dengan anak-anak atau bayi
yang tinggal di perkotaan. Orangtua yang tinggal di desa umumnya dianggap
mempunyai pengetahuan atau kepercayaan, sikap dan nilai-nilai sosial yang
berbeda dengan orangtua di kota, terutama mengenai hal-hal yang berhubungan
dengan nutrisi, tentang hal-hal yang menyebabkan kontaminasi lingkungan seperti
kebersihan air, makanan, penyakit menular, tentang perawatan dan pemeliharaan
bayi/anak-anaknya (Mosley,1980)
Faktor
pendidikan
Tingkat
pendidikan masyarakat erat hubungannya dengan faktor sosial ekonomi seperti
pendapatan , gaya hidup, pengetahuan kesehatan, gizi, perumahan dan lingkungan
hidup. Masyarakat yang berpendidikan rendah biasanya mempunyai pendapatan yang
rendah juga, tinggal dirumah yang kurang sehat dan lingkungan yang kurang
higienis, sehingga anak mereka biasanya mempunyai resiko kesakitan dan kematian
yang lebih tinggi.Lalu ditambah dengan kondisi menurunnya Angka Partispasi
Sekolah (APS). Angka Partispasi Sekolah (APS)
adalah proporsi dari semua anak yang masih sekolah pada suatu kelompok umur
tertentu terhadap penduduk dengan kelompok umur yang sesuai. Sejak tahun 2009
pendidikan Non Formal (paket A, paket B, paket C) turut diperhitungkan. Gambar
dibawah ini rumus penghitungan Angka
Partispasi Sekolah (APS).
Gambar 1 rumus penghitungan APS (angka pasrtisipasi
sekolah)
Faktor
pendidikan dan APS (angka partisipasi sekolah)
inilah yang diduga sangat berpengaruh terhadap peningkatan pengetahuan,
mengurangi kepercayaan yang salah terhadap pola pemberian makanan dan perawatan
kesehatan, merubah nilai-nilai sosial yang tidak menguntungkan pada program
peningkatan kesehatan dan lain-lainnya.
Faktor pendapatan
Faktor
pendapatan sangat erat hubungannya dengan pola perawatan kesehatan yang bisa
dilakukan oleh masyarakat, pemenuhan kebutuhan nutrisi dan gizi serta pemenuhan
perumahan dan lingkungan sehat. Faktor pendapatan juga mempengaruhi kemampuan
masyarakat untuk mengakses pelayanan kesehatan dan kemampuan masyarakat dalam
melakukan perawatan kesehatan baik preventif maupun pengobatan. Kaitan erat
tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi tingkat kesehatan masyarakat serta
resiko kematian bayi (Mosley,1980)
Definisi Dan Metode Perhitungan PDRB
Produk Domestik adalah Semua barang
dan jasa sebagai hasil dari kegiatan-kegiatan ekonomi yang beroperasi di
wilayah domestik, tanpa memperhatikan apakah faktor produksinya berasal dari
atau dimiliki oleh penduduk dareha tersebut, merupakan produk domestik daerah
yang bersangkutan. Pendapatan yang timbul oleh karena adanya kegiatan produksi
tersebut merupakan pendapatan domestik. Kenyataan menunjukkan bahwa sebagian
dari faktor produksi yang digunakan dalam kegiatan produksi di suatu daerah
berasal dari daerah lain atau dari luar negeri, demikian juga sebaliknya faktor
produksi yang dimilki oleh penduduk daerah tersebut ikut serta dalam proses
produksi di daerah lain atau di luar negeri. Hal ini menyebabkan nilai produk
domestik yang timbul di suatu daerah tidak sama dengan pendapatan yang diterima
penduduk daerah tersebut. Dengan adanya arus pendapatan yang mengalir antar
daerah ini (termasuk juga dari dalam ke luar negeri) yang pada umumnya berupa
upah/gaji, bunga, deviden dan keuntungan maka timbul perbedaan antara produk
domestik dan produk regional. Produk regional sendiri merupakan merupakan
produk domestik ditambah dengan pendapatan dari faktor produksi yang diterima
dari luar daerah/negeri dikurangi dengan pendapatan dari faktor produksi yang
dibayarkan ke luar daerah/negeri. Jadi produk regional merupakan produk yang
ditimbulkan oleh faktor produksi yang dimiliki oleh residen. Sedangkan produk domestik regional
bruto atau biasa disebut PDRB adalah jumlah nilai tambah barang dan jasa yang
dihasilkan dari seluruh kegiatan pekonomian diseluruh daerah dalam tahun
tertentu atau perode tertentu dan biasanya satu tahun. Penghitungan PDRB
menggunakan dua macam yaitu atas dasar harga konstan dan atas dasar harga
pasar. Dalam suatu negara untuk mengetahui pertumbuhan nyata ekonomi per kapita
penduduk suatu negara menggunakan PDB dan PDRB per kapita atas dasar harga
konstan.
Penghitungan
PDRB dapat dilakukan dengan empat cara pendekatan yaitu :
Pendekatan
Produksi
Pendekatan Produksi dapat disebut juga pendekatan nilai tambah dimana nilai
tambah bruto (NTB) dengan cara mengurangkan nilai out put yang dihasilkan oleh
seluruh kegiatan ekonomi dengan biaya antara dari masing nilai produksi bruto
tiap sektor ekonomi. Nilai tambah merupakan nilai yang ditambahkan pada barang
dan jasa yang dipain oleh unit produksi sebagai input antara. Nilai yang
ditambahkan sama dengan balas jasa faktor produksi atas ikutsertanya dalam
proses produksi.
Pendekatan
Pendapatan
Pada pendekatan ini, nilai tambah dari kegiatan – kegiatan ekonomi dihitung
dengan cara menjumlahkan semua balas jasa faktor praoduksi yaitu upah dan
gajih, surplus usaha, penyusutan danpajak tak langsung neto. Untuk sektor
Pemerintahan dan usaha yang sifatnya tidak mencari keuntunga, surplus usaha (
bunga neto, sewa tanah dan keuntungan ) tidak diperhitungkan.
Pendekatan
Pengeluaran
Pendekatan ini digunakan untuk menghitung nilai barang dan jasa yang
digunakan oleh berbagai golongan dalam masyarakat untuk keperluan konsumsi
rumah tangga, pemerintah dan yayasan sosial ; Pembentukan modal; dan ekspor.
Mengingant nilai barang dan jasa hanya berasasl dari produksi domestik, total
pengeluaran dari komponen – komponen di tas hsrus dikursngi nilsi impor
sehingga nilai ekspor yang dimaksud adalah ekspor neto. Penjumlahan seluruh
komponen pengeluaran akhir ini disebut PDRB atas dassar harga pasar.
Metode
Alokasi
Metode ini digunakan jika data suatu unit produksi di suatu daerah tidak
tersedia. Nilai tambah suatu unit produksi di daerah tersebut dihitung dengsn
menggunakan data yang telah dialokasikan dari sumber yang tingkatnya lebih
tinggi, misalnya data suatu kabupaten diperoleh dari alokasi data Propinsi.
Jenis data dalam
penelitian ini adalah data panel sebanyak 30 provinsi di Indonesia selama
periode 2007, 2010, dan 2012. Data tersebut merupakan data sekunder yang diperoleh dari Kementrian Keuangan dan BPS.
Data dari BPS berasal dari data kependudukan, pendidikan, serta publikasi PDRB
provinsi dari tahun 2007, 2010, dan 2012. Data pengeluaran pemerintah daerah
untuk bidang kesehatan diperoleh dari laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) pemerintah daerah yang diterbitkan Kementrian Keuangan.
Tabel 4 Data dan sumber
penelitian
No
|
Variabel
|
Sumber
|
Simbol
|
Satuan
|
1
|
Angka kematian bayi
|
BPS
|
AKB
|
jumlah bayi
|
2
|
Pengeluaran bidang kesehatan
|
Kemenkeu
|
Helath
|
juta rupiah
|
3
|
Jumlah penduduk miskin
|
BPS
|
Pov
|
ribu jiwa
|
4
|
Angka partisipasi sekolah
|
BPS
|
APS
|
persentase
|
5
|
PDRB perkapita
|
BPS
|
pdrbcp
|
miliar rupiah
|
Definisi
Operasional
Berikut ini definisi yang digunakan
dalam penelitian
a. Angka
kematian bayi adalah jumlah kematian bayi per 1000 kelahiran hidup, dalam
satuan jumlah bayi.
b. Pengeluaran
bidang kesehatan merupakan merupakan pengeluaran publik yang dikeluarkan oleh
pemerintah di sektor kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan
masyarakat, dalam satuan juta rupiah.
c.
Jumlah penduduk miskin
adalah penduduk yang tidak mampu memenuhi basic
needs, dalam satuan ribu jiwa.
d. Angka
pasrtisipasi sekolah merupakan proporsi dari anak yang masih sekolah pada suatu
kelompok tertentu terhadap penduduk dengan kelompok umur yang sesuai, dalam
satuan persentase.
e. PDRB
perkapita adalah total pengeluaran rata-rata suatu daerah dibagi dengan jumlah
penduduknya, dalam satuan miliar rupiah.
Metode Analisis
Analisis
Deskriptif
Analisis
Deskriptif merupakan analisis sederhana dari suatu sebaran data dengan
penyajian dalam bentuk tabulasi dan gambar. Analisis kuadran ditambahkan ke
dalam analisis deskriptif untuk memberikan deskripsi tentang dinamika pertumbuhan ekonomi, anggaran pengeluaran
pemerintah, dan kemiskinan di tingkat kabupaten di pulau Papua selama periode
penelitian. Adapun ukuran statistik yang digunakan dalam analisis deskriptif
ini adalah nilai rata-rata sebaran data (mean)
dan deviasi standar (standard deviation).
Karakteristik dari sebaran data persentase penduduk miskin di tingkat kabupaten
dapat dianalisis dengan bantuan berbagai ukuran statistik tersebut.
Analisis Uji t
Berpasangan
(Uji Beda)
Uji-t
berpasangan (paired t-test) adalah salah satu metode pengujian hipotesis
dimana data yang digunakan tidak bebas (berpasangan). Ciri-ciri yang paling
sering ditemui pada kasus yang berpasangan adalah satu individu (objek
penelitian) dikenai 2 buah perlakuan yang berbeda. Walaupun menggunakan
individu yang sama, peneliti tetap memperoleh 2 macam data sampel, yaitu data
dari perlakuan pertama dan data dari perlakuan kedua. Perlakuan pertama mungkin
saja berupa kontrol, yaitu tidak memberikan perlakuan sama sekali terhadap
objek penelitian.
Hipotesis
dari kasus ini dapat dituliskan:
H0 : µ1− µ
0=0
H1 : µ1− µ
0≠0
Apabila
P-value pada uji t berpasangan
memiliki nilai yang lebih besar dari α (0.05), maka hipotesis akan menolak H0,
dapat disimpulkan bahwa data tidak menyebar normal, begitupun sebaliknya.
Analisis
Regresi Data Panel
Data panel
adalah data yang memiliki dimensi ruang (individu) dan waktu (Gujarati, 2004).
Dalam data panel, data cross section
yang sama diobservasi menurut waktu. Jika setiap unit cross section memiliki jumlah observasi time series yang sama maka disebut sebagai balanced panel (total jumlah observasi = N x T). Sebaliknya jika
jumlah observasi berbeda untuk setiap unit cross
section maka disebut unbalanced panel.
Penggabungan data cross section dan time series dalam data panel digunakan
untuk mengatasi kelemahan dan menjawab pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh
model cross section dan time series murni.
Keunggulan
penggunaan data panel memberikan banyak keuntungan menurut Baltagi (2005),
diantaranya sebagai berikut:
1.
Mampu mengontrol heterogenitas individu. Metode ini dalam mengestimasi dapat
secara eksplisit memasukkan unsur heterogenitas individu.
2.
Memberikan data yang lebih banyak dan beragam, mengurangi kolinearitas antar
peubah, meningkatkan derajat bebas dan lebih efisien.
3.
Lebih baik untuk studi dynamics of
adjustment. Observasi cross section
yang berulang, maka data panel lebih baik dalam mempelajari perubahan dinamis.
4.
Lebih baik dalam mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak
dapat diatasi dalam data cross section
saja atau data time series saja.
5.
Dapat digunakan untuk membangun dan menguji model yang lebih kompleks
dibandingkan data cross section atau time series murni.
Misalkan diberikan persamaan regresi
data panel sebagai berikut:
(3.2)
dimana:
yit
: nilai dependent variable untuk setiap unit individu i pada periode t dimana i
= 1, …, N dan t = 1, …, T it
X
: nilai independent variable yang terdiri dari sejumlah K variabel
Gangguan acak diasumsikan mengikuti one-way error component model sebagai
berikut:
(3.2)
dan untuk two way error component model, komponen error
diasumsikan mengikuti model berikut:
(3.3)
dimana: αi :
efek individu (time invariant)
uit : disturbance
yang besifat acak (uit ~ N (0, σ2u))
µt :
efek waktu (individual invariant)
Pada pendekatan one way komponen error hanya memasukkan komponen error
yang merupakan efek dari individu (αi). Pada two way telah memasukkan efek dari waktu (µt) ke dalam komponen error, uit
diasumsikan tidak berkorelasi dangan Xit
. Jadi perbedaan antara FEM dan REM terletak pada ada atau tidaknya korelasi
antara αi dan µt dengan Xit .
Fixed Effect Model (FEM)
Model data panel
dengan Fixed Effects Model (FEM)
yaitu jika αi diperlakukan sebagai parameter tetap, namun bervariasi
antara i = 1, 2, …, N. FEM digunakan ketika efek individu dan efek waktu
mempunyai korelasi dengan Xit
atau memiliki pola yang sifatnya tidak acak. Asumsi ini membuat komponen error dari efek individu dan waktu dapat
menjadi bagian dari intercept. FEM
pada umumnya terjadi ketika N relatif kecil dan T relatif besar.
Untuk one way komponen error:
(3.4)
Sedangkan untuk two way komponen error:
(3.5)
Penduga FEM
dapat dihitung dengan beberapa teknik, yaitu Pooled Least Square (PLS), Within
Group (WG), Least Square Dummy
Variable (LSDV), dan Two Way Error
Component Fixed Effect Model.
Random Effect Model (REM)
Model data panel
dengan Random Effects Model (REM)
yaitu jika αi diperlakukan sebagai parameter yang bersifat random.
REM digunakan ketika efek individu dan efek waktu tidak berkorelasi dengan Xit atau memiliki pola yang
sifatnya acak. Keadaan ini membuat komponen error
dari efek individu dan efek waktu dimasukkan ke dalam error. REM pada umumnya digunakan pada data yang memiliki N relatif
besar dan T relatif kecil.
Model REM secara umum dituliskan sebagai
berikut:
(3.6)
Dengan σi = α + τi dan memiliki rata-rata nol. τi
merepresentasikan gangguan individu (individual
disturbance) yang tetap sepanjang waktu. Asumsi yang digunakan dalam REM
adalah
(3.7)
(3.8)
untuk semua i dan t (3.9)
untuk semua i dan t (3.10)
untuk semua i, t, dan j (3.11)
untuk dan (3.12)
untuk (3.13)
Berdasarkan semua
asumsi pada REM, yang paling penting adalah .
Nilai ini menjadi penting karena berguna untuk menentukan apakah akan digunakan
FEM atau REM. Penduga REM biasanya dihitung dengan metode Generalized Least Square (GLS).
Pengujian asumsi ini
menggunakan Hausman test, dengan uji
hipotesis sebagai berikut:
H0
: (tidak ada korelasi antara komponen error dengan peubah bebas)
H1
: (ada korelasi antara komponen error dengan peubah bebas)
Spesifikasi Model
Rancangan
model yang akan diajukan adalah model regresi linear berganda dengan empat
variabel bebas (pengeluaran pemerintah untuk bidang kesehatan, angka
partisipasi sekolah, jumlah penduduk miskin, PDRB perkapita), dengan variabel
terikatnya adalah angka kematian bayi.
......(1)
Dimana:
β0 =
Intercept
β 1,2,3,4 = Konstanta
masing-masing variabel bebas
ε = error term/derajat kesalahan model
AKBit = Angka kematian bayi
APSit = Angka partisipasi sekolah
Healthit = Anggaran kesehatan
povit = Jumlah penduduk miskin
pdrbcpit = PDRB perkapita
i =
Data cross section, yaitu 30 provinsi
di Indonesia
t =
Tahun penelitian, yaitu dari tahun 2007, 2010, dan 2012
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
Perbedaan Anggaran Kesehatan di Wilayah Barat dn
Timur Indonesia
Anggaran kesehatan cenderung meningkat setiap
tahunnya. Namun hal ini perlu disadari bahwa terdapat perbedaan anggaran untuk
kawasan barat dan timur Indonesia. Grafik 1 memperlihatkan bahwa terjadi
peningkatan anggaran kesehatan di kawasan timur maupun barat Indonesia. Tetapi
jumlah dan proporsinya sangat berbeda. Rata-rata anggaran kesehatan di wilayah
barat Indonesia (20 provinsi) lebih besar dibandingkan dengan rata-rata
anggaran kesehatan di wilayah timur Indonesia(10 Provinsi). Hal ini dapat
memperlihatkan bahwa anggaran kesehatan di wilayah barat Indonesia lebih besar
dari wilayah timur Indonesia.
Perbedaan ini dapat dijelaskan dari
besarnya jumlah penduduk yang tinggal di wilayah barat Indonesia dibandingkan
dengan wilayah timur Indonesia. Rata-rata jumlah penduduk miskin di wilayah
barat Indonesia sebesar 1,099,700 jiwa lebih
besar dibadingkan rata-rata penduduk miskin di wilayah timur Indonesia sebesar 458,416 jiwa, menjadi salah satu faktor lain yang bisa
menjelaskan perbedaan anggaran kesehatan di kedua wilayah tersebut.
Grafik 1 Total Anggaran Kesehatan di Kawasan Barat dan Timur Indonesia Tahun 2007, 2010, 2012
Hasil Estimasi dengan Uji-t Berpasangan antara Anggaran Kesehatan Kawasan Indonesia
Barat dan Timur
Tabel 5 Hasil Estimasil Uji-t Berpasangan KTI dengan KBI
|
Anggaran Kesehatan KBI
|
Anggaran Kesehatan KTI
|
Mean
|
438265.0078
|
147375.3195
|
Variance
|
40830236499
|
2985860344
|
Observations
|
8
|
8
|
Pearson Correlation
|
0.824412992
|
|
Hypothesized Mean Difference
|
0
|
|
df
|
7
|
|
t Stat
|
5.141179006
|
|
P(T<=t) one-tail
|
0.000668496
|
|
t Critical one-tail
|
1.894578605
|
|
P(T<=t) two-tail
|
0.001336992
|
|
t Critical two-tail
|
2.364624252
|
|
t-Test: Paired
Two Sample for Means
Hasil
Estimasi Tingkat Angka Kematian Bayi
di 20 Provinsi Wilayah Barat Indonesia dan 10 Provinsi di Wilayah Timur
Indonesia
Setelah
melakukan analisis panel data, maka hasil estimasi dapat dilihat pada tabel 7
dan tabel 7.
Model untuk wilayah barat Indonesia :
dimana, AKBit
merupakan angka kematian bayi 20 provinsi di wilayah barat Indonesia, APSit
merupakan angka partisipasi sekolah, Healthit adalah pengeluaran
untuk kesehatan, povit adalah jumlah penduduk miskin di 20
provinsi di wilayah barat Indonesia, dan pdrbcpi merpakan PDRB
perkapita di 20 provinsi di wilayah
barat Indonesia.
Model untuk wilayah timur Indonesia :
dimana, AKBit
merupakan angka kematian bayi 10 provinsi di wilayah barat Indonesia, APSit
merupakan angka partisipasi sekolah, Healthit adalah pengeluaran
untuk kesehatan, povit adalah jumlah penduduk miskin di 10
provinsi di wilayah barat Indonesia, dan pdrbcpi merpakan PDRB
perkapita di 10 provinsi di wilayah
barat Indonesia.
Tabel 6 Hasil Estimasi Tingkat Angka Kematian Bayi di 20 Provinsi Wilayah Barat Indonesia menggunakan Metode Fixed Effect dengan Pembobotan Cross Section (cross-section weighted)
Variabel
|
Koefisien
|
Prob.
|
C
|
-3.509558
|
0.1027
|
APS
|
0.010852*
|
0.0000
|
LNPDRBCP
|
-0.016770
|
0.2077
|
LNHEALTH
|
-0.030623*
|
0.0004
|
LNPOV
|
0.379630*
|
0.0435
|
Weighted Statistics
|
||
R-squared
|
0.959536
|
|
Prob(F-statistic)
|
0.000000
|
|
Sum squared resid
|
1.607275
|
|
Durbin-Watson stat
|
2.623136
|
|
Unweighted Statistics
|
||
R-squared
|
0.637561
|
|
Sum squared resid
|
1.826889
|
|
Durbin-Watson stat
|
2.186379
|
|
*Signifikan
pada taraf nyata 5%
Tabel 7 Hasil Estimasi Tingkat Angka Kematian Bayi di 20 Provinsi Wilayah Barat Indonesia menggunakan Metode Random Effect dengan White cross-section
standard errors and covariance (d.f corrected)
Variabel
|
Koefisien
|
Prob.
|
C
|
4.532924*
|
0.0003
|
APS
|
0.0102260*
|
0.0002
|
LNPDRBCP
|
-0.217996*
|
0.0036
|
LNHEALTH
|
-0.023957*
|
0.0010
|
LNPOV
|
0.050988
|
0.5625
|
Weighted Statistics
|
||
R-squared
|
0.263451
|
|
Prob(F-statistic)
|
0.093929
|
|
Sum squared resid
|
1.260036
|
|
Durbin-Watson stat
|
2.069499
|
|
Unweighted Statistics
|
||
R-squared
|
0.234976
|
|
Sum squared resid
|
2,133361
|
|
Durbin-Watson stat
|
1.222317
|
|
*Signifikan
pada taraf nyata 5%
Uji Asumsi
Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas
disebabkan oleh nilai R2 yang tinggi namun variabel-variabel independennya
hanya sedikit yang signifikan. Uji multikolinearitas dapat dilakukan dengan
membandingkan nilai probabilitas dan matrik korelasi antar 5 variabel (lampiran 5). Pada model tingkat AKB di
wilayah Barat Indonesia nilai R2 yaitu 0.959536 dan terdapat tiga variabel bebas yang siginifikan dan
satu variabel yang tidak signifikan, menunjukkan bahwa model terbebas dari
multikolinearitas. Nilai R2 ini menunjukkan bahwa 95.95% keragaman
variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independennya yang
terdapat dalam model, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel independen
diluar model.
Pada
model tingkat AKB di wilayah timur Indonesia persyaratan kecukupan (sufficient
condition) untuk terbebas dari pelanggaran asumsi multikoliniearitas ini adalahnilai
koefisien korelasi antar variabel bebaspada model tidak boleh melebihi tanda
mutlak 0.8. Dari hasil eviews memperlihatkan tidak
terdapat nilai koefisien korelasi yang melebihi kisaran nilai 0,80 pada peubah bebas
dalam model, dengan demikian persyatatan kecukupan telah terpenuhi sehingga dapat
disimpulkan bahwa tidak terjadi pelanggaran asumsi multikoliniearitas dalam estimasi
model penelitian (lampiran 9).
Uji Heteroskedastisitas
Hasil estimasi model tingkat AKB di wilayah Barat Indonesia menunjukkan bahwa Sum Square Residual
pada Weighted Statistics sebesar 1.607275 lebih kecil dari Sum Square Residual pada Unweighted
Statistics sebesar 1.826889, maka disimpulkan tidak terjadi masalah heteroskedastisitas. Hasil estimasi model tingkat AKB di wilayah Timur Indonesia menunjukkan bahwa Sum Square Residual pada Weighted
Statistics sebesar 1.260036 lebih kecil dari Sum Square Residual pada Unweighted Statistics sebesar 2.133361, maka disimpulkan tidak terjadi masalah heteroskedastisitas.
Uji Autokorelasi
Nilai korelasi antar variabel bebas
tidak tidak ada yang melebihi nilai R-square baik pada
model AKB di wilayah barat Indonesia maupun wilayah timur Indonesia, maka hasil estimasi tidak mengalami
masalah autokorelasi.
Uji Normalitas
Analisis panel
data, perlu dilakukan uji normalitas agar dapat melihat normal atau tidaknya error terms. Hal ini dapat dilihat dari
nilai Jarque-Bera yang lebih besar dari α, maka menyebar normal (Lampiran 1).
Berdasarkan pengujian model dihasilkan bahwa nilai Jarque-Bera lebih besar
daripada α (4.510480> 0.05) dan nilai probabilitas juga lebih besar daripada
α (0.104849 > 0.05). Sehingga, model tingkat AKB di wilayah Barat Indonesia
telah memiliki error terms yang
menyebar normal. Hasil perhitungan Eviews untuk model
tingkat AKB wilayah timur Indonesia menghasilkan
output pada lampiran 6. Dari hasil tersebut diperoleh nilai probabilitas sebesar 0.829821 . Hal tersebut menandakan bahwa nilai probabilitas
lebih besar dibandingkan dengan taraf nyata α = 0,05 (5%) dimana jika nilai probabilitas lebih besar dari pada taraf nyata
maka menandakan H0 tidak ditolak dan artinya bahwa residual
berdistribusi normal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kriteria normalitas
model estimasi telah terpenuhi.
Pembahasan (perlu ditambah dengan studi sebelumnya)
Angka Pertisispasi
Sekolah
Berdasarkan hasil estimasi pada tabel
6 menunjukkan
bahwa variabel APS (Angka Pertisispasi Sekolah) signifikan pada taraf nyata 5
persen dan memiliki pengaruh positif terhadap variabel AKB (Angka Kematian
Bayi). Hal ini dapat
dilihat dari probabilitas APS provinsi di wilayah barat Indonesia yaitu sebesar
0.0000 yang lebih kecil dari taraf nyata 5%, sehingga APS provinsi di wilayah
barat Indonesia memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat AKB di
wilayah barat Indonesia. Oleh karena itu, ketika APS provinsi di wilayah barat
Indonesia mengalami peningkatan sebesar 1% maka tingkat AKB di wilayah barat
Indonesia akan mengalami peningkatan sebesar 0.010852% dengan asumsi variabel lainnya cateris
paribus.
Berdasarkan hasil estimasi pada tabel 7 menunjukkan bahwa variabel APS (Angka Pertisispasi Sekolah)
signifikan pada taraf nyata 5 persen dan memiliki pengaruh positif terhadap variabel
AKB (Angka Kematian Bayi). Hal ini dapat dilihat dari probabilitas APS provinsi di wilayah timur Indonesia yaitu sebesar 0.0002 yang lebih kecil dari taraf nyata 5%, sehingga APS provinsi di
wilayah timur Indonesia
memilikipengaruh yang signifikan terhadap tingkat AKB di wilayah timur Indonesia. Dalam hal ini dapat diartikan bahwa ketika APS provinsi di wilayah timur Indonesia mengalami peningkatan sebesar 1% maka tingkat AKB di wilayah timur Indonesia akan mengalami peningkatan sebesar 0.010260 %, cateris paribus.
PDRB Per Kapita
Berdasarkan hasil estimasi pada tabel
6 menunjukkan
bahwa variabel PRDB per kapita tidak memengaruhi variabel AKB secara nyata dan tidak signifikan pada
taraf nyata 5 persen. Hal
ini dapat dilihat dari probabilitas PDRB perkapita provinsi di wilayah barat
Indonesia yaitu sebesar 0.2077 yang lebih besar dari taraf nyata 5%, sehingga PDRB perkapita provinsi di
wilayah barat Indonesia memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap
tingkat AKB di wilayah barat Indonesia.
Berdasarkan hasil estimasi pada tabel 7 menunjukkan bahwa variabel PRDB per kapita berpengaruh signifikan terhadap variabel AKB pada taraf nyata 5 persen.Hal ini dapat dilihat dari probabilitas PDRB perkapita provinsi di wilayah timur Indonesia yaitu sebesar 0.0036 yang lebih kecil dari taraf nyata 5%, sehingga PDRB perkapita provinsi di wilayah timur Indonesia memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat AKB di wilayah timur Indonesia. Hal ini dapat
dikatakan bahwa ketika PDRB perkapita di wilaah tmur Indonesia mengalami
peningkatan sebesar 1% maka tingkat AKB di wilayah timur Indonesia akan mengalami penurunan sebesar 0.217996% dengan asumsi variabel lainnya cateris paribus.
Anggaran kesehatan
Berdasarkan hasil estimasi pada tabel
6 menunjukkan
bahwa variabel anggaran kesehatan signifikan pada taraf nyata 5 persen dan
memiliki pengaruh negatif terhadap variabel AKB (Angka Kematian Bayi). Hal ini dapat dilihat dari
probabilitas anggaran kesehatan provinsi di wilayah barat Indonesia yaitu
sebesar 0.0004 yang
lebih kecil dari taraf nyata 5 persen , sehingga anggaran kesehatan di provinsi wilayah barat Indonesia memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap tingkat AKB di wilayah barat Indonesia. Oleh
karena itu, ketika pengeuaran kesehatan provinsi di wilayah barat Indonesia
mengalami peningkatan sebesar 1% maka tingkat AKB di wilayah barat Indonesia
akan mengalami penurunan sebesar 0.030623% dengan asumsi variabel lainnya cateris paribus.
Berdasarkan hasil estimasi pada tabel 7 menunjukkan bahwa variabel anggaran kesehatan signifikan pada taraf nyata
5 persen dan memiliki pengaruh negatif terhadap variabel
AKB (Angka Kematian Bayi). Hal ini dapat dilihat dari probabilitas anggaran kesehatan provinsi di wilayah timur Indonesia yaitu sebesar 0.0010 yang lebih kecil dari taraf nyata 5 persen , sehingga anggaran kesehatan di provinsi wilayah timur Indonesia memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat AKB di
wilayah timur Indonesia.
Oleh karena itu, ketika anggaran kesehatan provinsi di wilayah timur Indonesia mengalami peningkatan sebesar 1% maka tingkat AKB di wilayah timur Indonesia akan mengalami penurunan sebesar 0.023957% dengan asumsi variabel lainnya, cateris paribus.
Jumlah Penduduk Miskin
Berdasarkan hasil estimasi pada tabel
6 menunjukkan bahwa variabel jumlah penduduk
miskin
signifikan pada taraf nyata 5 persen dan memiliki pengaruh positif terhadap
variabel AKB (Angka Kematian Bayi). Hal ini dapat dilihat dari probabilitas jumlah penduduk
miskin di provinsi wilayah barat Indonesia yaitu sebesar 0.0435 yang lebih kecil dari taraf nyata 5
persen , sehingga jumlah penduduk miskin di
provinsi wilayah barat Indonesia memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap tingkat AKB di wilayah barat Indonesia. Oleh karena itu, ketika jumlah
penduduk miskin provinsi di wilayah barat Indonesia mengalami peningkatan
sebesar 1% maka tingkat AKB di wilayah barat Indonesia akan mengalami
peningkatan sebesar 0.379630% dengan asumsi variabel lainnya cateris paribus.
Berdasarkan hasil estimasi pada tabel 7 menunjukkan bahwa variabel jumlah penduduk miskin tidak signifikan mempengruhi
AKB (Angka Kematian Bayi). Hal ini dapat dilihat dari probabilitas jumlah penduduk miskin di provinsi wilayah barat Indonesia yaitu sebesar 0.5625 yang lebih besar dari taraf nyata 5 persen , sehingga jumlah penduduk miskin di provinsi wilayah timur Indonesia tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat AKB di wilayah timur Indonesia.
BAB V
PENUTUP
KESIMPULAN
Terdapat perbedaan
yang signifikan antara anggaran kesehatan di KBI dengan KTI. Pengeluaran untuk
kesehatan memiliki pengaruh signifikan negatif terhadap AKB baik di KBI maupun
KTI dengan koefisien paling besar diantara variabel yang lain
SARAN
Pemerintah harus
terus meningkatkan anggaran kesehatan terutama di KTI karena tingkat AKB disana
lebih besar daripada di KBI. Pemerintah dan masyarakat harus mengawasi secara
intensif dalam penggunaan anggaran kesehatan tersebut agar efektif dan efisien
sesuai dengan apa yang di butuhkan masyarakat.