Sabtu, 30 Juli 2016

health expenditure and mortality rate : empirical study both KTI and KBI

PENGARUH ANGGARAN KESEHATAN TERHADAP ANGKA KEMATIAN BAYI : Studi Kasus Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI)
Irman Ramdani1 Robby Indra Wijaya2 Fathya Nirmala Hanoum3 Dewi Solikhah Noviyani4 Wita Novitasari5
PENDAHULUAN
Latar Belakang
            Kesehatan merupakan salah satu jenis dari barang publik dan salah satu basic needs yang harus dipenuhi oleh masyarakat. Juanda et al. dalam Sari (2015) merekomendasikan penggunaan indikator standar pelayanan nasional (ISPN) dalam rangka pencapaian standar pelayanan minimal (SPM), yang meliputi kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan umum. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2005, SPM ditujukan dalam rangka menjamin akses dan mutu pelayanan dasar kepada masyarakat secara merata. Dengan tercapainya SPM ini, akan terjadi pemerataan daerah, antara daerah maju dan pelosok, dimana keduanya mendapatkan pelayanan dengan standar yang sama.
            Kesehatan sangat berpengaruh terhadap produkstivitas. Ketika produktivitasnya meningkat, maka akan terjadi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan, sehingga dapat memengaruhi perekonomian serta terciptanya pembangunan. Hal ini diperkuat oleh Seldadyo (2009) yang menyatakan bahwa kesehatan menopang produktivitas, lalu meningkatkan kesejahteraan ke titik yang lebih tinggi, hingga akhirnya memperbaiki mutu kehidupan. Dari paparan di atas terlihat bahwa tingkat kesehatan sangat penting bagi keberlangsungan perekonomian negara.
            Salah satu indikator utama dari derajat kesehatan suatu negara adalah angka kematian bayi (AKB). Pada dasarnya, bayi yang baru lahir sangat sensitif terhadap keadaan lingkungan tempat tinggal orang tua dan juga dengan status sosial orang tua. Sehingga AKB dianggap sebagai tolak ukur yang sensitif dari semua upaya intervensi yang dilakukan oleh pemerintah di bidang kesehatan. Oleh karena itu, banyak sekali program-program kesehatan dilakukan untuk menurunkan AKB yang berujung pada peningkatan derajat kesehatan negara.
            Saat ini, dua pertiga kematian terjadi pada masa neonatal (28 hari pertama kehidupan). Penyebabnya adalah karena berat bayi lahir rendah, prematuritas, asfiksia (kegagalan bernapas spontan), dan infeksi. Survei Demografi dan Kesehatan 2007 (SDKI 2007) menunjukkan bahwa baik angka kematian balita maupun angka kematian bayi baru lahir telah meningkat pada kuintil kekayaan tertinggi, tetapi alasannya tidak jelas. Tabel 1 menunjukan bahwa sejak tahun 1971, angka kematian bayi menunjukan tren yang semakin menurun. Namun pada tahun 2012, angka tersebut meningkat kembali. Sehingga upaya penurunan AKB perlu lebiih digalakkan lebih lanjut.
Tabel 1 Angka Kematian Bayi (AKB) Indonesia Tahun 1971-2012
Sumber : BPS 2015
            Upaya penurunan AKB juga sejalan dengan target millennium development goals (MDGs), yang menetapkan target angka kematian bayi sebesar 19 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Untuk mencapai target tersebut, pemerintah pusat dan khususnya pemerintah daerah didorong untuk meningkatkan pelayanan publiknya khususnya dalam bidang pelayanan kesehatan. Implikasi dari kewajiban ini adalah begitu pentingnya peranan besaran, realisasi, dan efektifitas pengeluaran publik di bidang kesehatan. Pengeluaran publik memegang peran penting dalam peningkatan darajat kesehatan masyarakat dan kualitas hidup masyarakat.
            Undang-Undang No. 32 Tahun 2014 pasal 167 ayat 2 menyebutkan bahwa kewajiban pemerintah yaitu memenuhi pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial, fasilitas umum, serta jaminan sosial. Hal tersebut diperkuat oleh Pembukaan UUD 1945 dimana negara wajib mewujudkan kesejahteraan umum yang mengindikasikan negara wajib meningkatkan derajat kesehatan negara. Oleh karena itu, peran pengeluaran publik bidang kesehatan menjadi penting dalam mewujudkan kewajiban negara. Argumentasi di atas diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Mohanoe (2004). Dengan menggunakan tiga indikator status kesehatan, yaitu angka kematian bayi, angka kematian dibawah 5 tahun, dan angka harapan hidup. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa pengeluaran publik kesehatan memiliki hubungan negatif terhadap angka kematian bayi.
            Menurut Bank Dunia dalam kajian pengeluaran publik Indonesia tahun 2007, terjadi peningkatan penerimaan pemerintah daerah yang bersumber dari transfer perimbangan sehingga akan mendorong pula peningkatan pengeluaran sektoral baik untuk sektor infrastruktur, pendidikan, kesehatan, maupun sektor lainnya. Hal ini terjadi karena beberapa tahun terakhir telah terjadi perubahan sistem kekuasaan dimana dengan adanya sistem otonomi daerah, pemerintah daerah dapat bebas mengelola dan mengatur daerahnya sendiri yang dilegalisasi dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004  .
            Dari paparan di atas disebutkan bahwa anggaran kesehatan memiliki peranan penting. Tapi nyatanya, di Indonesia telah terjadi ketimpangan alokasi dana antara kawasan barat Indonesia (KBI) dengan kawasan timur Indonesia (KTI) yang berpengaruh terhadap AKB di kedua kawasan tersebut.
Tabel 2 Anggaran Kesehatan Terendah dan Tertinggi Provinsi di Indonesia Tahun 2012
Sumber: Kemenkeu 2012
Tabel 2 menunjukan bahwa telah terjadi ketimpangan anggaran kesehatan yang sangat besar antara KBI yang diwakili Provinsi DKI. Jakarta dan KTI yang diwakili oleh Provinsi Gorontalo. Hal  tersebut sejalan dengan AKB di kedua provinsi tersebut dimana anggaran kesehatan yang rendah berhubungan negative dengan AKB. Bahkan AKB Provinsi Gorontalo jauh lebih tinggi daripada rata-rata AKB di Indonesia. Oleh karena itu peneliti menganggap masalah ini perlu diteliti lebih lanjut.
Tabel 3 AKB Terendah dan Tertinggi Provinsi di Indonesia Tahun 2012
Sumber : BPS 2015
Rumusan Masalah
            Dari paparan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Apakah ada perbedaan anggaran kesehatan di KBI dan KTI?
2.      Bagaimana hasil estimasi angka kematian bayi di KBI?
3.      Bagaimana hasil estimasi angka kematian bayi di KTI?

Tujuan
            Adapun tujuan dari penelitian mengenai anggaran kesehatan yang memengaruhi AKB adalah sebagai berikut:
1.      Menganalisis adanya perbedaan anggaran kesehatan di KBI dan KTI
2.      Memahami dan menganalisis hasil estimasi angka kematian bayi di KBI
3.      Memahami dan menganalisis hasil estimasi angka kematian bayi di KTI



TINJAUAN PUSTAKA
Desentralisasi dan Pelayanan Publik
Desentralisasi Fiskal merupakan pendelegasian tanggung jawab, otoritas dan sumber-sumber yang berkaitan seperti : (keuangan, pegawai, dan lain lain) dari pemerintah pusat kepada tingkatan yang lebih rendah. Alasan suatu negara menerapkan prinsip desentralisasi fiskal adalah karena pengambilan keputusan terkait pelayanan publik akan diserahkan kepada tingkat pemerintah yang lebih rendah (pemerintah lokal), sehingga masyarakat secara langsung dapat merasakan dampak dari program dan pelayanan yang direncanakan oleh pemerintah.
            Dalam konteks penerapan desentralisasi di Indonesia, program dan pelayanan yang menjadi urusan pemerintah lokal telah diatur dalam undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan peraturan pemerintah No. 37 tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintah antara pemerintah, pemerintah daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota. Dalam undang-undang dan peraturan pemerintah tersebut, selain urusan politik luar negeri,pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal serta agama menjadi urusan pemerintahan yang dibagi antar tingkatan atau susunan pemerintahan. Desentralisasi telah menjadi isu yang semakin hangat dan berkembang. Di Indonesia sendiri telah menerapkan desentralisasi meskipun lambat perkembangannya namun pada penerapan desentralisasi semakin baik. Sistem pemerintahan yang terdesentralisasi menjadi sebuah pilihan yang lebih baik baik dibandingkan pemerintahan sentralisasi karena dalam sistem pemerintahan yang tersentralisasi seluruh keputusan dan kebijakan dibuat oleh pemerintah pusat. Pemerintah yang tersentralisasi akan berakibat pada timbulnya situasi dimana pemerintah pusat tidak dapat menyediakan pelayanan publik yang benar-benar sesuai dengan preferensi dan kebutuhan masyarakat secara keseluruhan. Sumber sumber keuangan daerah itu diperoleh dari :
1.      PAD (penerimaan anggaran daerah)
Sumber penerimaan dari PAD antara lain : pajak daerah, retribusi, keuntungan dari barang publik, dan sumber penerimaan lainnya.
2.      Dana perimbangan
Sumber penerimaan dari dana perimbangan antara lain : PBB (pajak bumi bangunan), DAU (dana alokasi umum), DAK (dana alokasi khusus).
3.      Dana pinjaman
Pengeluaran Publik dan Angka Kematian Bayi
Penyediaan pelayanan publik yang lebih baik, penngkatan pelayanan kesehatan dan peningkatan outcome kesehatan merupakan salah satu faktor motivasi pelaksanaan desentralisasi baik di Indonesia maupun di beberapa negara lainnya. Penerapan desentralisasi di Indonesia yang sudah berlangsung satu dekade terakhir telah mendorong peningkatan pengeluaran sektor publik dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik baik di sektor kesehatan, sektor pariwisata, dan sektor lainnya. Dari tahun 2001 hingga 2007 terjadi peningkatan penerimaan pemerintah lokal yang bersumber daritransfer perimbangan serta peningkatan pengeluaran sektoral baik untuk sektor infrastruktur, sektor pendidikan, sektor kesehatan, maupun pada sektor lainnya.
Pengeluaran publik sektor kesehatan memeliki tujuan yakni meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, yang dapat diukur dengan mengukur penurunan angka kematian kematian bayi, penurunan angka kematian dibawah 5 tahun dan peningkatan angka harapan hidup. Begitu juga dengan peningkatan pengeluaran sektor kesehatan (pelayanan kesehatan) di Indonesia pada era desentralisasi saat ini memiliki tujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat Indonesia. Tujuan untuk meningkatkan derajat masyarakat ini juga sejalan dengan target MDGs (Millennium Development Goals) yang menetapkan target angka kematian bayi sebesar 19 per 1000 kelahiran hidup dan angka kematian dibawah 5 tahun sebesar 32 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Untuk mencpai target tersebut, pemerintah pusat dan khususnya pemerintah kabupaten/kota didorong untuk meningkatkan pelayanan publiknya khususnya pelayanan kesehatan.


Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Kematian Bayi
Faktor tempat tinggal
Resiko kematian anak dan bayi yang tinggal di daerah pedesaan lebih tinggi dibandingkan dengan anak-anak atau bayi yang tinggal di perkotaan. Orangtua yang tinggal di desa umumnya dianggap mempunyai pengetahuan atau kepercayaan, sikap dan nilai-nilai sosial yang berbeda dengan orangtua di kota, terutama mengenai hal-hal yang berhubungan dengan nutrisi, tentang hal-hal yang menyebabkan kontaminasi lingkungan seperti kebersihan air, makanan, penyakit menular, tentang perawatan dan pemeliharaan bayi/anak-anaknya (Mosley,1980)
Faktor pendidikan
Tingkat pendidikan masyarakat erat hubungannya dengan faktor sosial ekonomi seperti pendapatan , gaya hidup, pengetahuan kesehatan, gizi, perumahan dan lingkungan hidup. Masyarakat yang berpendidikan rendah biasanya mempunyai pendapatan yang rendah juga, tinggal dirumah yang kurang sehat dan lingkungan yang kurang higienis, sehingga anak mereka biasanya mempunyai resiko kesakitan dan kematian yang lebih tinggi.Lalu ditambah dengan kondisi menurunnya Angka Partispasi Sekolah  (APS). Angka Partispasi Sekolah (APS) adalah proporsi dari semua anak yang masih sekolah pada suatu kelompok umur tertentu terhadap penduduk dengan kelompok umur yang sesuai. Sejak tahun 2009 pendidikan Non Formal (paket A, paket B, paket C) turut diperhitungkan. Gambar dibawah ini  rumus penghitungan Angka Partispasi Sekolah (APS).



 









Gambar 1 rumus penghitungan APS (angka pasrtisipasi sekolah)
Faktor pendidikan dan APS (angka partisipasi sekolah)  inilah yang diduga sangat berpengaruh terhadap peningkatan pengetahuan, mengurangi kepercayaan yang salah terhadap pola pemberian makanan dan perawatan kesehatan, merubah nilai-nilai sosial yang tidak menguntungkan pada program peningkatan kesehatan dan lain-lainnya.
Faktor pendapatan
Faktor pendapatan sangat erat hubungannya dengan pola perawatan kesehatan yang bisa dilakukan oleh masyarakat, pemenuhan kebutuhan nutrisi dan gizi serta pemenuhan perumahan dan lingkungan sehat. Faktor pendapatan juga mempengaruhi kemampuan masyarakat untuk mengakses pelayanan kesehatan dan kemampuan masyarakat dalam melakukan perawatan kesehatan baik preventif maupun pengobatan. Kaitan erat tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi tingkat kesehatan masyarakat serta resiko kematian bayi (Mosley,1980)
Definisi Dan Metode Perhitungan PDRB
            Produk Domestik adalah Semua barang dan jasa sebagai hasil dari kegiatan-kegiatan ekonomi yang beroperasi di wilayah domestik, tanpa memperhatikan apakah faktor produksinya berasal dari atau dimiliki oleh penduduk dareha tersebut, merupakan produk domestik daerah yang bersangkutan. Pendapatan yang timbul oleh karena adanya kegiatan produksi tersebut merupakan pendapatan domestik. Kenyataan menunjukkan bahwa sebagian dari faktor produksi yang digunakan dalam kegiatan produksi di suatu daerah berasal dari daerah lain atau dari luar negeri, demikian juga sebaliknya faktor produksi yang dimilki oleh penduduk daerah tersebut ikut serta dalam proses produksi di daerah lain atau di luar negeri. Hal ini menyebabkan nilai produk domestik yang timbul di suatu daerah tidak sama dengan pendapatan yang diterima penduduk daerah tersebut. Dengan adanya arus pendapatan yang mengalir antar daerah ini (termasuk juga dari dalam ke luar negeri) yang pada umumnya berupa upah/gaji, bunga, deviden dan keuntungan maka timbul perbedaan antara produk domestik dan produk regional. Produk regional sendiri merupakan merupakan produk domestik ditambah dengan pendapatan dari faktor produksi yang diterima dari luar daerah/negeri dikurangi dengan pendapatan dari faktor produksi yang dibayarkan ke luar daerah/negeri. Jadi produk regional merupakan produk yang ditimbulkan oleh faktor produksi yang dimiliki oleh residen.            Sedangkan produk domestik regional bruto atau biasa disebut PDRB adalah jumlah nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan dari seluruh kegiatan pekonomian diseluruh daerah dalam tahun tertentu atau perode tertentu dan biasanya satu tahun. Penghitungan PDRB menggunakan dua macam yaitu atas dasar harga konstan dan atas dasar harga pasar. Dalam suatu negara untuk mengetahui pertumbuhan nyata ekonomi per kapita penduduk suatu negara menggunakan PDB dan PDRB per kapita atas dasar harga konstan.
Penghitungan PDRB  dapat dilakukan dengan empat cara pendekatan yaitu :
Pendekatan Produksi
Pendekatan Produksi dapat disebut juga pendekatan nilai tambah dimana nilai tambah bruto (NTB) dengan cara mengurangkan nilai out put yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan ekonomi dengan biaya antara dari masing nilai produksi bruto tiap sektor ekonomi. Nilai tambah merupakan nilai yang ditambahkan pada barang dan jasa yang dipain oleh unit produksi sebagai input antara. Nilai yang ditambahkan sama dengan balas jasa faktor produksi atas ikutsertanya dalam proses produksi.
Pendekatan Pendapatan
Pada pendekatan ini, nilai tambah dari kegiatan – kegiatan ekonomi dihitung dengan cara menjumlahkan semua balas jasa faktor praoduksi yaitu upah dan gajih, surplus usaha, penyusutan danpajak tak langsung neto. Untuk sektor Pemerintahan dan usaha yang sifatnya tidak mencari keuntunga, surplus usaha ( bunga neto, sewa tanah dan keuntungan ) tidak diperhitungkan.


Pendekatan Pengeluaran
Pendekatan ini digunakan untuk menghitung nilai barang dan jasa yang digunakan oleh berbagai golongan dalam masyarakat untuk keperluan konsumsi rumah tangga, pemerintah dan yayasan sosial ; Pembentukan modal; dan ekspor. Mengingant nilai barang dan jasa hanya berasasl dari produksi domestik, total pengeluaran dari komponen – komponen di tas hsrus dikursngi nilsi impor sehingga nilai ekspor yang dimaksud adalah ekspor neto. Penjumlahan seluruh komponen pengeluaran akhir ini disebut PDRB atas dassar harga pasar.
Metode Alokasi
Metode ini digunakan jika data suatu unit produksi di suatu daerah tidak tersedia. Nilai tambah suatu unit produksi di daerah tersebut dihitung dengsn menggunakan data yang telah dialokasikan dari sumber yang tingkatnya lebih tinggi, misalnya data suatu kabupaten diperoleh dari alokasi data Propinsi.
Jenis data dalam penelitian ini adalah data panel sebanyak 30 provinsi di Indonesia selama periode 2007, 2010, dan 2012. Data tersebut merupakan data sekunder yang  diperoleh dari Kementrian Keuangan dan BPS. Data dari BPS berasal dari data kependudukan, pendidikan, serta publikasi PDRB provinsi dari tahun 2007, 2010, dan 2012. Data pengeluaran pemerintah daerah untuk bidang kesehatan diperoleh dari laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pemerintah daerah yang diterbitkan Kementrian Keuangan.
Tabel 4 Data dan sumber penelitian
No
Variabel
Sumber
Simbol
Satuan
1
Angka kematian bayi
BPS
AKB
jumlah bayi
2
Pengeluaran bidang kesehatan
Kemenkeu
Helath
juta rupiah
3
Jumlah penduduk miskin
BPS
Pov
ribu jiwa
4
Angka partisipasi sekolah
BPS
APS
persentase
5
PDRB perkapita
BPS
pdrbcp
miliar rupiah

Definisi Operasional

Berikut ini definisi yang digunakan dalam penelitian
a.       Angka kematian bayi adalah jumlah kematian bayi per 1000 kelahiran hidup, dalam satuan jumlah bayi.
b.      Pengeluaran bidang kesehatan merupakan merupakan pengeluaran publik yang dikeluarkan oleh pemerintah di sektor kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat, dalam satuan juta rupiah.
c.       Jumlah penduduk miskin adalah penduduk yang tidak mampu memenuhi basic needs, dalam satuan ribu jiwa.
d.      Angka pasrtisipasi sekolah merupakan proporsi dari anak yang masih sekolah pada suatu kelompok tertentu terhadap penduduk dengan kelompok umur yang sesuai, dalam satuan persentase.
e.       PDRB perkapita adalah total pengeluaran rata-rata suatu daerah dibagi dengan jumlah penduduknya, dalam satuan miliar rupiah.
Metode Analisis

Analisis Deskriptif

Analisis Deskriptif merupakan analisis sederhana dari suatu sebaran data dengan penyajian dalam bentuk tabulasi dan gambar. Analisis kuadran ditambahkan ke dalam analisis deskriptif untuk memberikan deskripsi tentang dinamika  pertumbuhan ekonomi, anggaran pengeluaran pemerintah, dan kemiskinan di tingkat kabupaten di pulau Papua selama periode penelitian. Adapun ukuran statistik yang digunakan dalam analisis deskriptif ini adalah nilai rata-rata sebaran data (mean) dan deviasi standar (standard deviation). Karakteristik dari sebaran data persentase penduduk miskin di tingkat kabupaten dapat dianalisis dengan bantuan berbagai ukuran statistik tersebut.  

Analisis Uji t Berpasangan (Uji Beda)

Uji-t berpasangan (paired t-test) adalah salah satu metode pengujian hipotesis dimana data yang digunakan tidak bebas (berpasangan). Ciri-ciri yang paling sering ditemui pada kasus yang berpasangan adalah satu individu (objek penelitian) dikenai 2 buah perlakuan yang berbeda. Walaupun menggunakan individu yang sama, peneliti tetap memperoleh 2 macam data sampel, yaitu data dari perlakuan pertama dan data dari perlakuan kedua. Perlakuan pertama mungkin saja berupa kontrol, yaitu tidak memberikan perlakuan sama sekali terhadap objek penelitian.

Hipotesis dari kasus ini dapat dituliskan:
H0 : µ1− µ 0=0
H1 : µ1− µ 0≠0
Apabila P-value pada uji t berpasangan memiliki nilai yang lebih besar dari α (0.05), maka hipotesis akan menolak H0, dapat disimpulkan bahwa data tidak menyebar normal, begitupun sebaliknya.

Analisis Regresi Data Panel

Data panel adalah data yang memiliki dimensi ruang (individu) dan waktu (Gujarati, 2004). Dalam data panel, data cross section yang sama diobservasi menurut waktu. Jika setiap unit cross section memiliki jumlah observasi time series yang sama maka disebut sebagai balanced panel (total jumlah observasi = N x T). Sebaliknya jika jumlah observasi berbeda untuk setiap unit cross section maka disebut unbalanced panel. Penggabungan data cross section dan time series dalam data panel digunakan untuk mengatasi kelemahan dan menjawab pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh model cross section dan time series murni.
Keunggulan penggunaan data panel memberikan banyak keuntungan menurut Baltagi (2005), diantaranya sebagai berikut:
1. Mampu mengontrol heterogenitas individu. Metode ini dalam mengestimasi dapat secara eksplisit memasukkan unsur heterogenitas individu.
2. Memberikan data yang lebih banyak dan beragam, mengurangi kolinearitas antar peubah, meningkatkan derajat bebas dan lebih efisien.
3. Lebih baik untuk studi dynamics of adjustment. Observasi cross section yang berulang, maka data panel lebih baik dalam mempelajari perubahan dinamis.
4. Lebih baik dalam mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diatasi dalam data cross section saja atau data time series saja.
5. Dapat digunakan untuk membangun dan menguji model yang lebih kompleks dibandingkan data cross section atau time series murni.
Misalkan diberikan persamaan regresi data panel sebagai berikut:
                                                        (3.2)
dimana: 
yit : nilai dependent variable untuk setiap unit individu i pada periode t dimana i = 1, …, N dan t = 1, …, T  it
X : nilai independent variable yang terdiri dari sejumlah K variabel
Gangguan acak diasumsikan mengikuti one-way error component model sebagai berikut:  
                                                 (3.2)
dan untuk two way error component model, komponen error diasumsikan mengikuti model berikut:
                                                     (3.3)
dimana: αi   :  efek individu (time invariant)
uit  : disturbance yang besifat acak (uit ~ N (0, σ2u))
µt   :  efek waktu (individual invariant)
Pada pendekatan one way komponen error hanya memasukkan komponen error yang merupakan efek dari individu (αi). Pada two way telah memasukkan efek dari waktu (µt) ke dalam komponen error, uit diasumsikan tidak berkorelasi dangan Xit . Jadi perbedaan antara FEM dan REM terletak pada ada atau tidaknya korelasi antara αi dan µt dengan Xit .

Fixed Effect Model (FEM)

Model data panel dengan Fixed Effects Model (FEM) yaitu jika αi diperlakukan sebagai parameter tetap, namun bervariasi antara i = 1, 2, …, N. FEM digunakan ketika efek individu dan efek waktu mempunyai korelasi dengan Xit atau memiliki pola yang sifatnya tidak acak. Asumsi ini membuat komponen error dari efek individu dan waktu dapat menjadi bagian dari intercept. FEM pada umumnya terjadi ketika N relatif kecil dan T relatif besar.
Untuk one way komponen error:
                                               (3.4)
Sedangkan untuk two way komponen error:
                                      (3.5)
Penduga FEM dapat dihitung dengan beberapa teknik, yaitu Pooled Least Square (PLS), Within Group (WG), Least Square Dummy Variable (LSDV), dan Two Way Error Component Fixed Effect Model.

Random Effect Model (REM)

Model data panel dengan Random Effects Model (REM) yaitu jika αi diperlakukan sebagai parameter yang bersifat random. REM digunakan ketika efek individu dan efek waktu tidak berkorelasi dengan Xit atau memiliki pola yang sifatnya acak. Keadaan ini membuat komponen error dari efek individu dan efek waktu dimasukkan ke dalam error. REM pada umumnya digunakan pada data yang memiliki N relatif besar dan T relatif kecil.
Model REM secara umum dituliskan sebagai berikut:
                                        (3.6)
Dengan σi = α + τi  dan memiliki rata-rata nol. τi merepresentasikan gangguan individu (individual disturbance) yang tetap sepanjang waktu. Asumsi yang digunakan dalam REM adalah 
                                                                                    (3.7)
                                                                                   (3.8)
 untuk semua i dan t                                                     (3.9)
 untuk semua i dan t                                                  (3.10)
   untuk semua i, t, dan j                                                 (3.11)
untuk dan                                                  (3.12)
     untuk                                                                   (3.13)
Berdasarkan semua asumsi pada REM, yang paling penting adalah . Nilai ini menjadi penting karena berguna untuk menentukan apakah akan digunakan FEM atau REM. Penduga REM biasanya dihitung dengan metode Generalized Least Square (GLS).
Pengujian asumsi ini menggunakan Hausman test, dengan uji hipotesis sebagai berikut:
H0 :  (tidak ada korelasi antara komponen error dengan peubah bebas)
H1 :  (ada korelasi antara komponen error dengan peubah bebas)



Spesifikasi Model

            Rancangan model yang akan diajukan adalah model regresi linear berganda dengan empat variabel bebas (pengeluaran pemerintah untuk bidang kesehatan, angka partisipasi sekolah, jumlah penduduk miskin, PDRB perkapita), dengan variabel terikatnya adalah angka kematian bayi.
......(1)
Dimana:
β0                            = Intercept
β 1,2,3,4              = Konstanta masing-masing variabel bebas
ε                      = error term/derajat kesalahan model
AKBit              = Angka kematian bayi
APSit               = Angka partisipasi sekolah
Healthit            = Anggaran kesehatan
povit                 = Jumlah penduduk miskin
pdrbcpit           = PDRB perkapita
i                       = Data cross section, yaitu 30 provinsi di Indonesia
t                       = Tahun penelitian, yaitu dari tahun 2007, 2010, dan 2012



HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
Perbedaan Anggaran Kesehatan di Wilayah Barat dn Timur Indonesia
            Anggaran kesehatan cenderung meningkat setiap tahunnya. Namun hal ini perlu disadari bahwa terdapat perbedaan anggaran untuk kawasan barat dan timur Indonesia. Grafik 1 memperlihatkan bahwa terjadi peningkatan anggaran kesehatan di kawasan timur maupun barat Indonesia. Tetapi jumlah dan proporsinya sangat berbeda. Rata-rata anggaran kesehatan di wilayah barat Indonesia (20 provinsi) lebih besar dibandingkan dengan rata-rata anggaran kesehatan di wilayah timur Indonesia(10 Provinsi). Hal ini dapat memperlihatkan bahwa anggaran kesehatan di wilayah barat Indonesia lebih besar dari wilayah timur Indonesia.
            Perbedaan ini dapat dijelaskan dari besarnya jumlah penduduk yang tinggal di wilayah barat Indonesia dibandingkan dengan wilayah timur Indonesia. Rata-rata jumlah penduduk miskin di wilayah barat Indonesia sebesar 1,099,700 jiwa lebih besar dibadingkan rata-rata penduduk miskin di wilayah timur Indonesia sebesar 458,416 jiwa, menjadi salah satu faktor lain yang bisa menjelaskan perbedaan anggaran kesehatan di kedua wilayah tersebut.
Grafik 1 Total Anggaran Kesehatan di Kawasan Barat dan Timur Indonesia Tahun            2007, 2010, 2012

Hasil Estimasi dengan Uji-t Berpasangan antara Anggaran Kesehatan Kawasan Indonesia Barat dan Timur
Tabel 5 Hasil Estimasil Uji-t Berpasangan KTI dengan KBI

Anggaran Kesehatan KBI
Anggaran Kesehatan KTI
Mean
438265.0078
147375.3195
Variance
40830236499
2985860344
Observations
8
8
Pearson Correlation
0.824412992
Hypothesized Mean Difference
0
df
7
t Stat
5.141179006
P(T<=t) one-tail
0.000668496
t Critical one-tail
1.894578605
P(T<=t) two-tail
0.001336992
t Critical two-tail
2.364624252

t-Test: Paired Two Sample for Means


Hasil Estimasi Tingkat Angka Kematian Bayi di 20 Provinsi Wilayah Barat Indonesia dan 10 Provinsi di Wilayah Timur Indonesia
            Setelah melakukan analisis panel data, maka hasil estimasi dapat dilihat pada tabel 7 dan tabel 7.
Model untuk wilayah barat Indonesia :
dimana,  AKBit merupakan angka kematian bayi 20 provinsi di wilayah barat Indonesia, APSit merupakan angka partisipasi sekolah, Healthit adalah pengeluaran untuk kesehatan,  povit        adalah jumlah penduduk miskin di 20 provinsi di wilayah barat Indonesia, dan pdrbcpi merpakan PDRB perkapita di  20 provinsi di wilayah barat Indonesia.
Model untuk wilayah timur Indonesia :
dimana,  AKBit merupakan angka kematian bayi 10 provinsi di wilayah barat Indonesia, APSit merupakan angka partisipasi sekolah, Healthit adalah pengeluaran untuk kesehatan,  povit        adalah jumlah penduduk miskin di 10 provinsi di wilayah barat Indonesia, dan pdrbcpi merpakan PDRB perkapita di  10 provinsi di wilayah barat Indonesia.
Tabel 6 Hasil Estimasi Tingkat Angka Kematian Bayi di 20 Provinsi Wilayah         Barat Indonesia menggunakan Metode Fixed Effect dengan Pembobotan      Cross Section (cross-section weighted)
Variabel
Koefisien
Prob.
C
-3.509558
0.1027
APS
0.010852*
0.0000
LNPDRBCP
-0.016770
0.2077
LNHEALTH
-0.030623*
0.0004
LNPOV
0.379630*
0.0435
Weighted Statistics
R-squared
0.959536

Prob(F-statistic)
0.000000

Sum squared resid
1.607275

Durbin-Watson stat
2.623136

Unweighted Statistics
R-squared
0.637561

Sum squared resid
1.826889

Durbin-Watson stat
2.186379

*Signifikan pada taraf nyata 5%
Tabel 7 Hasil Estimasi Tingkat Angka Kematian Bayi di 20 Provinsi Wilayah         Barat Indonesia menggunakan Metode Random Effect dengan White            cross-section standard errors and covariance (d.f corrected)
Variabel
Koefisien
Prob.
C
4.532924*
0.0003
APS
0.0102260*
0.0002
LNPDRBCP
-0.217996*
0.0036
LNHEALTH
-0.023957*
0.0010
LNPOV
0.050988
0.5625
Weighted Statistics
R-squared
0.263451

Prob(F-statistic)
0.093929

Sum squared resid
1.260036

Durbin-Watson stat
2.069499

Unweighted Statistics
R-squared
0.234976

Sum squared resid
2,133361

Durbin-Watson stat
1.222317

*Signifikan pada taraf nyata 5%



Uji Asumsi
Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas disebabkan oleh nilai R2 yang tinggi namun variabel-variabel independennya hanya sedikit yang signifikan. Uji multikolinearitas dapat dilakukan dengan membandingkan nilai probabilitas dan matrik korelasi antar 5 variabel (lampiran 5). Pada model tingkat AKB di wilayah Barat Indonesia nilai R2 yaitu 0.959536 dan terdapat tiga variabel bebas yang siginifikan dan satu variabel yang tidak signifikan, menunjukkan bahwa model terbebas dari multikolinearitas. Nilai R2 ini menunjukkan bahwa 95.95% keragaman variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independennya yang terdapat dalam model, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel independen diluar model.
Pada model tingkat AKB di wilayah timur Indonesia persyaratan kecukupan (sufficient condition) untuk terbebas dari pelanggaran asumsi multikoliniearitas ini adalahnilai koefisien korelasi antar variabel bebaspada model tidak boleh melebihi tanda mutlak 0.8. Dari hasil eviews memperlihatkan tidak terdapat nilai koefisien korelasi yang melebihi kisaran nilai 0,80 pada peubah bebas dalam model, dengan demikian persyatatan kecukupan telah terpenuhi sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi pelanggaran asumsi multikoliniearitas dalam estimasi model penelitian (lampiran 9).
Uji Heteroskedastisitas
Hasil estimasi model tingkat AKB di wilayah Barat Indonesia menunjukkan bahwa Sum Square Residual pada Weighted Statistics sebesar 1.607275 lebih kecil dari Sum Square Residual pada Unweighted Statistics sebesar 1.826889, maka disimpulkan tidak terjadi masalah heteroskedastisitas. Hasil estimasi model tingkat AKB di wilayah Timur Indonesia menunjukkan bahwa Sum Square Residual pada Weighted Statistics sebesar 1.260036 lebih kecil dari Sum Square Residual pada Unweighted Statistics sebesar 2.133361, maka disimpulkan tidak terjadi masalah heteroskedastisitas.
Uji Autokorelasi
Nilai korelasi antar variabel bebas tidak tidak ada yang melebihi nilai R-square baik pada model AKB di wilayah barat Indonesia maupun wilayah timur Indonesia, maka hasil estimasi tidak mengalami masalah autokorelasi.
Uji Normalitas
Analisis panel data, perlu dilakukan uji normalitas agar dapat melihat normal atau tidaknya error terms. Hal ini dapat dilihat dari nilai Jarque-Bera yang lebih besar dari α, maka menyebar normal (Lampiran 1). Berdasarkan pengujian model dihasilkan bahwa nilai Jarque-Bera lebih besar daripada α (4.510480> 0.05) dan nilai probabilitas juga lebih besar daripada α (0.104849 > 0.05). Sehingga, model tingkat AKB di wilayah Barat Indonesia telah memiliki error terms yang menyebar normal. Hasil perhitungan Eviews untuk model tingkat AKB wilayah timur Indonesia menghasilkan output pada lampiran 6. Dari hasil tersebut diperoleh nilai probabilitas sebesar 0.829821 . Hal tersebut menandakan bahwa nilai probabilitas lebih besar dibandingkan dengan taraf nyata α = 0,05 (5%) dimana jika nilai probabilitas lebih besar dari pada taraf nyata maka menandakan H0 tidak ditolak dan artinya bahwa residual berdistribusi normal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kriteria normalitas model estimasi telah terpenuhi.
Pembahasan (perlu ditambah dengan studi sebelumnya)

Angka Pertisispasi Sekolah
Berdasarkan hasil estimasi pada tabel 6 menunjukkan bahwa variabel APS (Angka Pertisispasi Sekolah) signifikan pada taraf nyata 5 persen dan memiliki pengaruh positif terhadap variabel AKB (Angka Kematian Bayi). Hal ini dapat dilihat dari probabilitas APS provinsi di wilayah barat Indonesia yaitu sebesar 0.0000 yang lebih kecil dari taraf nyata 5%, sehingga APS provinsi di wilayah barat Indonesia memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat AKB di wilayah barat Indonesia. Oleh karena itu, ketika APS provinsi di wilayah barat Indonesia mengalami peningkatan sebesar 1% maka tingkat AKB di wilayah barat Indonesia akan mengalami peningkatan sebesar 0.010852% dengan asumsi variabel lainnya cateris paribus.
Berdasarkan hasil estimasi pada tabel 7 menunjukkan bahwa variabel APS (Angka Pertisispasi Sekolah) signifikan pada taraf nyata 5 persen dan memiliki pengaruh positif terhadap variabel AKB (Angka Kematian Bayi). Hal ini dapat dilihat dari probabilitas APS provinsi di wilayah timur Indonesia yaitu sebesar 0.0002 yang lebih kecil dari taraf nyata 5%, sehingga APS provinsi di wilayah timur Indonesia memilikipengaruh yang signifikan terhadap tingkat AKB di wilayah timur Indonesia. Dalam hal ini dapat diartikan bahwa ketika APS provinsi di wilayah timur Indonesia mengalami peningkatan sebesar 1% maka tingkat AKB di wilayah timur Indonesia akan mengalami peningkatan sebesar 0.010260 %, cateris paribus.
PDRB Per Kapita
Berdasarkan hasil estimasi pada tabel 6 menunjukkan bahwa variabel PRDB per kapita tidak memengaruhi variabel  AKB secara nyata dan tidak signifikan pada taraf nyata 5 persen. Hal ini dapat dilihat dari probabilitas PDRB perkapita provinsi di wilayah barat Indonesia yaitu sebesar 0.2077 yang lebih besar dari taraf nyata 5%, sehingga PDRB perkapita provinsi di wilayah barat Indonesia memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap tingkat AKB di wilayah barat Indonesia.
Berdasarkan hasil estimasi pada tabel 7 menunjukkan bahwa variabel PRDB per kapita berpengaruh signifikan terhadap variabel  AKB pada taraf nyata 5 persen.Hal ini dapat dilihat dari probabilitas PDRB perkapita provinsi di wilayah timur Indonesia yaitu sebesar 0.0036 yang lebih kecil dari taraf nyata 5%, sehingga PDRB perkapita provinsi di wilayah timur Indonesia memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat AKB di wilayah timur Indonesia. Hal ini dapat dikatakan bahwa ketika PDRB perkapita di wilaah tmur Indonesia mengalami peningkatan sebesar 1% maka tingkat AKB di wilayah timur Indonesia akan mengalami penurunan sebesar 0.217996% dengan asumsi variabel lainnya cateris paribus.
Anggaran kesehatan
Berdasarkan hasil estimasi pada tabel 6 menunjukkan bahwa variabel anggaran kesehatan signifikan pada taraf nyata 5 persen dan memiliki pengaruh negatif terhadap variabel AKB (Angka Kematian Bayi). Hal ini dapat dilihat dari probabilitas anggaran kesehatan provinsi di wilayah barat Indonesia yaitu sebesar 0.0004 yang lebih kecil dari taraf nyata 5 persen , sehingga anggaran kesehatan di  provinsi wilayah barat Indonesia memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat AKB di wilayah barat Indonesia. Oleh karena itu, ketika pengeuaran kesehatan provinsi di wilayah barat Indonesia mengalami peningkatan sebesar 1% maka tingkat AKB di wilayah barat Indonesia akan mengalami penurunan sebesar 0.030623% dengan asumsi variabel lainnya cateris paribus.
Berdasarkan hasil estimasi pada tabel 7 menunjukkan bahwa variabel anggaran kesehatan signifikan pada taraf nyata 5 persen dan memiliki pengaruh negatif terhadap variabel AKB (Angka Kematian Bayi). Hal ini dapat dilihat dari probabilitas anggaran kesehatan provinsi di wilayah timur Indonesia yaitu sebesar 0.0010 yang lebih kecil dari taraf nyata 5 persen , sehingga anggaran kesehatan di  provinsi wilayah timur Indonesia memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat AKB di wilayah timur Indonesia. Oleh karena itu, ketika anggaran kesehatan provinsi di wilayah timur Indonesia mengalami peningkatan sebesar 1% maka tingkat AKB di wilayah timur Indonesia akan mengalami penurunan sebesar 0.023957% dengan asumsi variabel lainnya, cateris paribus.
Jumlah Penduduk Miskin
Berdasarkan hasil estimasi pada tabel 6  menunjukkan bahwa variabel jumlah penduduk miskin signifikan pada taraf nyata 5 persen dan memiliki pengaruh positif terhadap variabel AKB (Angka Kematian Bayi). Hal ini dapat dilihat dari probabilitas jumlah penduduk miskin di provinsi wilayah barat Indonesia yaitu sebesar 0.0435 yang lebih kecil dari taraf nyata 5 persen , sehingga jumlah penduduk miskin di  provinsi wilayah barat Indonesia memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat AKB di wilayah barat Indonesia. Oleh karena itu, ketika jumlah penduduk miskin provinsi di wilayah barat Indonesia mengalami peningkatan sebesar 1% maka tingkat AKB di wilayah barat Indonesia akan mengalami peningkatan sebesar 0.379630% dengan asumsi variabel lainnya cateris paribus.
Berdasarkan hasil estimasi pada tabel 7 menunjukkan bahwa variabel jumlah penduduk miskin tidak signifikan mempengruhi AKB (Angka Kematian Bayi). Hal ini dapat dilihat dari probabilitas jumlah penduduk miskin di provinsi wilayah barat Indonesia yaitu sebesar 0.5625 yang lebih besar dari taraf nyata 5 persen , sehingga jumlah penduduk miskin di  provinsi wilayah timur Indonesia tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat AKB di wilayah timur Indonesia.




BAB V
PENUTUP


KESIMPULAN
Terdapat perbedaan yang signifikan antara anggaran kesehatan di KBI dengan KTI. Pengeluaran untuk kesehatan memiliki pengaruh signifikan negatif terhadap AKB baik di KBI maupun KTI dengan koefisien paling besar diantara variabel yang lain

SARAN
Pemerintah harus terus meningkatkan anggaran kesehatan terutama di KTI karena tingkat AKB disana lebih besar daripada di KBI. Pemerintah dan masyarakat harus mengawasi secara intensif dalam penggunaan anggaran kesehatan tersebut agar efektif dan efisien sesuai dengan apa yang di butuhkan masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar